Kamis, 26 April 2012

Kenalilah Allah, Maka Engkau Akan Mengenal Apa Itu Kehidupan

dakwatuna.com – Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah yang telah memberiku nafas hingga detik ini. Sebuah kesempatan hidup yang sangat berharga… Di mana begitu banyak tangis sia-sia mengharapkan kesempatan ini. Saudara-saudariku… Izinkan aku menulis sedikit saja tentang kehidupan kita. Tentang suka duka dan segala asa yang mewarnainya. Malam itu aku masih terjaga. Hingga kemudian getar hp menandakan ada pesan baru diterima. Dari seseorang yang merasa putus asa dengan kehidupannya. Emoticon menangis yang tertera di pesannya. Sejumlah kalimat penenang aku luncurkan namun sama sekali tidak mempan. Lagi dan lagi emoticon menangis itu selalu ada di pesannya. Hingga penenang terakhir ku katakan: “andai saja kamu mau mengenal siapa Allah, pasti hidup kamu akan terasa indah” bukan tanpa alasan kuluncurkan kalimat itu, tapi memang itulah yang kurasakan. Aku bukan putri yang terlahir dengan sejuta kebahagiaan. Aku sama denganmu, sama dengan kalian semua. Memang hidup bukan hanya ada suka tapi pasti ada duka. Keduanya beriringan, sejak kita terlahir ke dunia hingga kita masuk ke liang lahat. Bukan hidup jika hanya ada suka. Bukan hidup jika hanya ada duka. Hidup adalah suka dan duka. Ya, hidup adalah suka dan duka… Semalam baru saja aku membuka kembali lembar kelamku, ingin melihat seperti apa aku dulu dan membandingkannya dengan aku yang sekarang. Ternyata dulu pernah tertulis status dalam profile-ku, “ya Allah aku bosan hidup, kenapa ya?” ya saudariku, dulu aku juga sepertimu. Aku pernah merasakan apa yang kini tengah engkau rasakan. Dulu aku merasa hidupku begitu monoton. Hanya begitu saja tiap harinya. Aku merasakan hidupku hanya hitam dan putih. Tidak ada warna lain. Begitu membosankan. Namun semua berubah…semua berubah dan menjadi indah. Ya, semua berubah dan menjadi indah sejak cahayanya menembus ke belantara jiwaku. Seketika itu hitam dan putih pun melebur menjadi jutaan warna dengan segala keakuratan warnanya. Aku tahu saudariku…aku tahu apa yang kini engkau rasakan dan apa yang dulu pernah ku rasakan…itulah hati yang kering dari iman, itulah hati yang awam pada tuhan. Kenalilah Allah… maka engkau akan mengenal apa itu kehidupan. KENALI ALLAH, KENALI ALLAH, KENALI ALLAH… Hanya itu solusi yang bisa kuberikan saudariku. Karena cukuplah Allah sebagai sandaranmu maka yakinlah bahwa engkau tak akan terjatuh. Karena cukuplah Allah tempatmu mengeluh maka yakinlah bahwa Dia mampu mengangkat masalahmu. Karena cukuplah Allah sebagai penolongmu maka tak perlu ada lagi yang engkau khawatirkan… Allah itu pengasih, penyayang, dan tak pernah mau menzhalimi hambaNya… Allah itu senang mendengar engkau meminta, mengadu, memohonkan segala sesuatu… Maka dari itu Allah senang mendengar hambaNya berdoa… Jangan khawatir, Allah pasti mendengar setiap detail yang engkau utarakan… Karena Dialah sebaik-baik pendengar saudariku. Percayalah, Dia tidak akan mau menzhalimi dan menyakiti hambaNya. Percayalah :) Maaf, jika aku berkata seakan aku mengenal baik siapa Allah… Jujur, aku pun baru mengenalNya, baru merasakan betapa indah perkenalan ini :) Sampai sekarang pun aku masih ingin memperdalam perkenalan ini… Karena semakin mengenalNya maka semakin ada cinta saudariku :) Bukan berarti aku sudah mencintaiNya… Sampai sekarang pun aku masih meminta untuk diajari olehNya Bagaimana cara yang benar untuk mencintaiNya Indah saudariku, Indah sekali mengenalNya, aku tak mampu menggambarkan dengan kata-kata… Cukuplah kau coba dan nikmati sendiri bagaimana rasanya. Terkadang kita ini terlalu egois… Menuntut ini dan menuntut itu pada Allah, sedang kita sendiri tidak suka dituntut oleh aturan-aturan yang Allah buat. Lihat betapa banyak orang mempertanyakan kenapa harus menutup aurat? Kenapa harus pakai jilbab? Mengganggu hak asasi saja!! Lihat betapa banyak orang yang memberontak dan tidak suka dengan aturan Allah yang melarang hambanya untuk berpacaran…kenapa sih nggak boleh pacaran? Ini kan soal perasaan!! Kenapa kenapa kenapa?? Tapi Allah?? Apa Allah pernah bertanya kenapa kamu meminta bahagia? Kenapa kamu meminta hidup kaya? Kenapa?? Bukankah adalah hak-Ku menjadikan kamu bahagia atau menderita. Bukankah adalah hak-Ku menjadikan kamu miskin atau kaya. Allah tidak demikian. Allah itu dengan segenap kasih sayangNya menurunkan ayat ini: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS. 2: 186) Lihat bagaimana cara Allah menuturkannya… Allah terlebih dahulu mengutarakan apa yang akan Dia beri baru mengutarakan apa yang Dia minta dan di jelaskan kembali bahwa apa yang Dia minta tak lain juga untuk kebaikanmu… Subhanallah :) tidakkah bergidik hatimu mendengar ayat seperti ini? Itu janji Allah saudariku, janji yang tak kan pernah Tuhanmu ingkari :) Kita ini terlalu kikir… Setiap apa yang kau punya…setiap apa yang engkau miliki, itu dari Allah datangnya. Itulah pemberian Allah. Pikirkan berapa banyak pemberiannya sejak kita lahir ke dunia. Saudariku, ketika engkau merasa bahagia memiliki ibu yang begitu menyayangimu, ingatlah itu dari Allah datangnya. Dari Allah yang begitu memperhatikan kebahagiaanmu, hingga Dia mengirimkan malaikat bernama “ibu” untuk mendampingi liku-liku hidupmu di dunia. Pernahkah kau mensyukurinya? Sadarkah engkau bahwa itu salah satu bentuk kasih sayangNya?? Namun, entah begitu sering kita memandang pemberiannya dengan sebelah mata. Begitu sering kita lupa membaca hamdalah. Bahkan lupa kalau ini adalah pemberianNya. Astaghfirullah. Pikirkan ini, ketika Allah senantiasa mencurahkan nikmatNya…kita lupa bersyukur. Namun, ketika Allah hanya mencabut satu nikmat yang kita tengah rasakan, kita meraung-raung…menyalahkan-Nya. Kenapa ya Allah kenapa? Apa salahku ya Allah? Sebenarnya masih banyak yang ingin kuutarakan… Tapi meski tinta sejumlah volume lautan gunakan, takkan usai ku tuliskan semuanya. Ya, akan begitu panjang jika kutulis kesalahan kita padaNya. Iringi hidup kita dengan istighfar dan hamdalah Karena memang tiap detik kita menikmati pemberiannya namun seringkali kita bermaksiat padanya. “Alhamdulillah astaghfirullah” Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/04/19992/kenalilah-allah-maka-engkau-akan-mengenal-apa-itu-kehidupan/#ixzz1t8Uqx000

Syarat-syarat Istighfar dan Etika-etikanya

Istighfar yang diterima oleh Allah SWT harus memenuhi syarat-syarat dan etikanya; yaitu, antara lain: 1. Syarat yang pertama adalah: niat yang benar dan ikhlas semata ditujukan kepada Allah SWT. Karena Allah SWT tidak menerima amal perbuatan manusia kecuali jika amal itu dilakukan dengan ikhlas semata untuk-Nya. Allah SWT berfirman: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" [QS. Al Bayyinah: 5]. Dan sabda Rasulullah Saw : "Seluruh amal perbuatan manusia ditentukan oleh niatnya. Dan orang yang beramal mendapatkan balasan atas amalnya itu sesuai dengan apa yang diniatkannya". Hadits muttafaq alaih. 2. Syarat kedua adalah: agar hati dan lidah secara serempak melakukan istighfar. Sehingga tidak boleh lidahnya berkata: aku beristighfar kepada Allah SWT, sementara hatinya ingin terus melakukan maksiat. Dari Ibnu Abbas r.a. diriwayatkan, ia berkata: "orang yang beristighfar kepada Allah SWT dari suatu dosa sementara ia masih terus menajalankan dosa itu maka ia seperti orang yang sedang mengejek Rabbnya!" Rabi'ah berkata: istighfar kita butuh kepada istighfar lagi! Jika istighfar kita hanya dengan lidah saja, tidak disertai dengan hati. 3. Di antara adab yang melengkapi istighfar itu adalah: agar ia berada dalam keadaan suci, sehingga ia berada dalam kondisi yang paling sempurna, zhahir dan bathin. Seperti dalam hadits Ali bin Abi Thalib, ia berkata: Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. (dan apa yang diucapkan oleh Abu Bakar itu adalah benar adanya) meriwayatkan kepadaku bahwa ia mendengar Rasulullah Saw bersabsda: "Tidak ada seseorang yang berbuat dosa, kemudian ia bangun dan bersuci serta memperbaiki bersucinya, kemudian ia beristighfar kepada Allah SWT, kecuali Allah SWT pasti mengampuninya" [Al Hafizh berkata: hadits ini diriwaytkan oleh Ahmad dan yang empat dan Ibnu Hibban mensahihkannya. Fathul Bari: 11/ 98. Sedangkan dalam Jami' Shagir dinisbahkan kepada Abi Daud dan Tirmizi. Sementara Al Albani menyebutkannya dalam Dha'if al Jami' (5006)]. Kemudian Rasulullah Saw membaca ayat : "Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui" [QS. Ali Imran: 135]. Dalam hadits Abu Bakar secara marfu' dikatakan: "Tidak ada orang yang dianggap terus melakukan dosa jika ia langsung beristighfar dan meminta taubat, meskipun dalam satu hari ia dapat mengulang (dosa itu) sampai tujuh puluh kali " [Dalam Fathul Bari: Hadits dikeluarkan oleh Abu Daud dan Tirmizi juga]. 4. Di antara adab itu adalah: agar ia ber istighfar kepada Allah SWT, dan ia berada dalam kondisi takut dan mengharap. Karena Allah SWT menyifati diri-Nya dengan firman-Nya: "Yang Mengampuni dosa dan Menerima taubat lagi keras hukuman-Nya" [QS. Ghafir: 3]. Dan firman Allah SWT : "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [QS. Al Maidah: 98]. "Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai ampunan (yang luas) bagi manusia sekalipun mereka zhalim, dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar sangat keras siksaan-Nya" [QS. ar-Ra'd: 6]. "Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [QS. al Hijr: 49]. Ayat-ayat semacam ini banyak, dan seluruhnya menanamkan keseimbangan dalam hati antara takut dan mengharap. Tidak ada yang merasa aman dari balasan Allah SWT, kecuali mereka yang merugi. Dan tidak ada yang putus asa dari rahmat Allah SWT kecuali orang-orang kafir. Oleh karena itu orang yang melakukan dosa tidak seharusnya meninggalkan istighfar, sebanyak dan sebesar apapun dosa yagn telah ia perbuat. Karena ampunan Allah SWT lebih besar dari dosanya itu, rahmat-Nya lebih luas, dan ampunanNya lebih besar. Dalam hadits qudsi yang terkenal, yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Dzar dari Nabi Saw dari Rabbnya Azza wa Jalla: "Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa pada malam dan siang hari, dan Aku mengampuni dosa-dosa seluruhnya, maka minta ampunlah kepada-Ku niscaya Aku ampuni kalian ". 5. Di antara adab itu adalah: agar ia memilih waktu yang utama. Seperti saat menjelang subuh. Seperti firman Allah SWT : " Dan yang memohon ampun di waktu sahur" [QS. Ali Imran: 17]. "Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)" [QS. adz-Dzariaat: 18]. Dan ketika anak-anak Ya'qub berkata kepada ayah mereka: "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)". Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [QS. Yusuf: 97-98]. Para mufassir berkata: beliau menunda istighfar itu hingga waktu menjelang subuh, karena pada saat itu, doa lebih dekat untuk dikabulkan, jauh dari ria, lebih bersih bagi hati, dan ia adalah waktu tajalli Ilahi pada sepertiga terakhir dari waktu malam. 6. Di antara adab itu adalah: istighfar dalam shalat. Pada saat bersujud, sebelum salam atau setelah salam. Rasulullah Saw telah mengajarkan Abu Bakar untuk mengucapkan sebelum salam: "Wahai Allah, sesungguhnya aku telah berbuat zalim kepada diriku dengan kezaliman yang banyak, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau, maka ampunilah daku dengan ampunan dari-Mu, dan kasihilah aku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi ampunan dan Maha Penyayang ". 7. Di antara adab itu adalah: agar ia berdo'a bagi dirinya sendiri dan bagi kaum mu'minin, sehingga ia masuk dalam kelompok mereka, semoga Allah SWT menyayanginya dan mengampuninya dengan berkah mereka dan dengan masuk dalam kelompok mereka. Oleh karena itu kita dapati para nabi tidak hanya ber istighfar kepada diri mereka. Namun juga bagi diri mereka, bagi kedua orang tua mereka, serta bagi kaum mu'minin dan mu'minat seperti terdapat dalam do'a Nur dan Ibrahim serta nabi-nabi lainnya. Di antara do'a Nuh itu adalah: "Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan" [QS. Nuuh: 28]. Dan dari do'a Ibrahim adalah: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang -orang mu'min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)" [ QS. Ibrahim: 41]. 8. Di antara adab itu adalah: agar ia berdo'a dan ber istighfar dengan redaksi yang disebutkan dalam al Quran dan sunnah. Karena ia adalah redaksi yang terbaik, paling besar nilainya, paling luas maknanya serta paling merasuk dalam hati. Berbeda halnya dengan redaksi-redaksi doa dan wirid lain yang dibuat oleh manusia, di sana tidak ada kemanusiaan susunan kalimat al Quran serta keindahan kata-kata yang digunakan dalam hadits. Dan dalam ber istighfar dan berdo'a dengan al Quran dan hadits itu mendapatkan dua balasan: Balasana doa dan istighfar. Balasan mengikuti al Quran dan sunnah. Di antara redaksi-redaksi doa al Quran adalah; doa yang diucapkan oleh Adam, Nuh, Ibrahim dan nabi-nabi serta rasul-rasul yang lain. Di antaranya adalah: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi" [QS. al A'raaf: 23]. "Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali, " Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami Ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" [QS. al Mumtahanah: 4-5]. "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum kafir " [QS. Ali Imran: 147]. "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang" [QS. Al Hasyr: 10]. "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu"; maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti" [QS. Ali Imran: 193]. Dan dalam hadits terdapat do'a dengan redaksi yang bermacam-macam. Di antaranya adalah sayyidul istihgfar yang telah kami sebutkan sebelumnya. Di antaranya adalah: "Wahai Tuhanku, ampunilah kesalahanku, kebodohanku serta tindakanku yang berlebihan dalam urusanku". Di antaranya adalah: "Ya Allah, jauhkanlah daku dari kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara Timur dan Barat. Ya Allah, sucikanlah aku dari kesalahanku dengan air, salju dan embun. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahan seperti baju yang putih dibersihkan dari kotoran". Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abi Hurairah dan diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dari A'isyah. Dan adalah Rasulullah Saw berdo'a dengan do'a itu setelah takbiratul ihram dalam shalat, serta sebelum membaca surah Al Fatihah. Di antaranya adalah: "Ya Allah, ampunilah kesalahanku, luaskanlah rumahmu dan berilah keberkahan dalam rezekiku". diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmizi serta ia menilainya sebagai hadits hasan, dan Abu Ya'la serta periwayat yang lain dari Abi Musa. Sumber : http://media.isnet.org/

Di Bawah Payung Kesabaran

dakwatuna.com – Entah seberapa luaskah kesabaran yang dimiliki Ibu. Di balik dukanya selalu tersimpul seulas senyuman yang mengagumkan. Tak pernah sekalipun kudengar ungkapan keluh kesah dalam setiap ujian hidup yang menderanya. Ibu bagiku adalah seorang perempuan perkasa melebihi siapa pun. Masih terekam jelas dalam memoriku, saat Bapak dengan terang-terangan mengatakan memiliki perempuan lain di luar sana. Waktu itu aku masih terlalu dini untuk bisa memahami semuanya. Tapi usiaku yang baru menginjak 7 tahun dapat merasakan bahwa itu adalah sesuatu yang menyakitkan bagi Ibu. Apakah Ibu menangis? Tidak, yang kulihat justru seulas senyum yang begitu tulus. Indahnya senyum Ibu tidak akan pernah terlupakan sampai kapanpun. Aku semakin kagum melihat kebesaran jiwa Ibu yang dengan ikhlas melepaskan Bapak untuk perempuan lain. Tak ada sepatah kata pun, suara makian atau pun celaan untuk Bapak dan perempuan simpanannya itu, yang keluar dari lisan Ibu. Padahal saat itu aku merasa sangat benci sekali pada Bapak dan ingin sekali menghardiknya. Setelah ditinggalkan Bapak, Ibu lah satu-satunya orang yang menjadi tumpuan hidupku. Ibu rela bekerja apa saja untuk menghidupiku, agar sesuap nasi tetap bisa masuk dalam perut kami dan agar aku tetap bisa bersekolah. Suatu waktu Ibu bekerja sebagai buruh tani, di waktu yang lain Ibu bekerja sebagai buruh cuci atau pedagang asongan. Saat aku lulus SMA kusampaikan hasratku untuk melanjutkan kuliah ke luar kota. Lagi-lagi dengan anggukan yang begitu mantap dan seulas senyuman yang lebar, Ibu merestui keinginanku dengan sepenuh hati. Padahal aku tahu untuk makan sehari-hari, Ibu harus bekerja keras, banting tulang siang dan malam. Tega kah aku menambah beban Ibu dengan biaya kuliah yang tak sedikit, dan tega pula kah aku meninggalkan Ibu seorang diri di rumah ini? Tapi ketika Ibu melihat guratan keraguan di wajahku, Ibu justru menguatkanku dengan nasihatnya yang menyejukkan qolbu. “Pergilah Nak! Tak usah kau risaukan soal rezeki, Allah itu ada. Dia tak akan mungkin membiarkan hamba-Nya berjuang sendirian, tanpa mengulurkan tangan-Nya untuk membantu kita. Bila tekadmu telah kuat percaya lah, bahwa pertolongan Allah itu teramat dekat. Hanya satu pesan Ibu, belajarlah dengan sungguh-sungguh, kuliah bukan hanya untuk mencari gelar atau kebutuhan mental. Tetapi yang jauh lebih penting dari itu, kuliah adalah tempat untuk meningkatkan amal, untuk bisa mengajarkan, untuk bisa berbagi dan memenuhi kebutuhan spiritual. Jangan sampai kita meninggal tanpa nama dan ilmumu sia-sia lantaran hanya karena tujuan dunia. Kejernihan hati dan budi pekerti yang luhur menjadi benteng dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Perintah Allah dan teladan dari Rasul-Nya menjadi pelita dan pedoman dalam setiap langkah kita. Jika engkau bersabar dengan dirimu sendiri itu adalah sebuah keanggunan, jika engkau bersabar terhadap orang lain itu adalah sebuah kebesaran dan jika engkau bersabar terhadap kehidupan itu adalah kekuatan iman. Kesabaran adalah kesetiaan untuk tetap berprasangka baik kepada Allah, walaupun itu terasa berat. Jangan pernah gentar Nak dalam menghadapi kehidupan ini, karena di balik setiap kesulitan yang menimpa, selalu ada Allah yang maha penolong.” Dengan berbekal nasihat dari Ibu, dengan langkah mantab aku pun pergi meninggalkan kampung halaman ke negeri rantau. Ya, memang tak sepatutnya aku takut dalam menghadapi hidup ini. Suka dan duka dalam kehidupan adalah sebuah keniscayaan dan itulah fitrah dari sebuah perjuangan. Ibu adalah sosok wanita yang selalu menginspirasiku. Setiap kali kujumpai kesulitan di tanah rantau, selalu saja kuingat wajah Ibu, ketegarannya, kesabarannya dalam menjalani hidup, dan seuntai nasihatnya yang diberikan ketika aku hendak pergi. Itulah yang selalu menguatkanku setiap kali ada badai yang menyapa. Alhamdulillah, sambil kuliah aku pun bekerja sebagai karyawan sebuah toko. Walaupun dengan gaji yang tak seberapa, namun bagiku cukuplah untuk meringankan sedikit dari beban Ibu. Paling tidak untuk biaya kebutuhan sehari-hari aku tidak terlalu bergantung lagi pada Ibu, dan mencari pinjaman ke sana – ke mari saat kiriman Ibu belum datang. Tapi jadwal kunjunganku untuk pulang semakin berkurang. Ya, karena tuntutan kerja, mau tak mau aku harus mematuhi peraturan yang ada. Jadwal pulang yang setahun hanya dua kali cukup membuncahkan rasa kangen yang luar biasa pada Ibu. Ketika jadwal pulang tiba, dengan bergegas dan penuh suka cita aku menyambutnya. 3 hari sebelum pulang, telah kupersiapkan barang-barang yang hendak kubawa pulang. Tak lupa pula kubawakan oleh-oleh untuk Ibu. Ya walaupun sederhana, tetapi aku bahagia bisa memberi sesuatu untuk Ibu. Begitu sampai di rumah, aku segera menghambur dalam pelukan Ibu, tersungkur bersujud di bawah telapak kakinya. Kulihat guratan di wajah Ibu yang semakin menua, tangannya yang semakin kasar serta kakinya yang bengkak dan pecah-pecah. Itu menandakan betapa kerasnya Ibu bekerja untuk menghidupiku selama ini. Aku ingin menangis ketika melihat itu, tapi lagi-lagi Ibu selalu tersenyum dan berkata. “Keluh kesah adalah pantangan terbesar dalam menjalani kehidupan ini. Jadikan selalu kesabaran sebagai senjata utama, karena Allah senantiasa bersama orang-orang yang sabar.” Waktu tiga hari kepulanganku, terasa begitu singkat. Rasanya belum puas kutumpahkan rasa rinduku pada Ibu. Tapi aku harus kembali ke negri rantau, melanjutkan perjuangan, belajar dan bekerja guna menggapai masa depan yang gemilang. Agar aku dapat membahagiakan Ibu selalu. Sebelum berangkat kuserahkan sebuah baju sederhana itu pada Ibu, juga sebuah amplop berisi uang gajiku bulan ini. Rasa iba melihat keadaan Ibu yang semakin lemah mendorongku untuk menyerahkan semua uang gajiku yang tak seberapa itu. Agar Ibu dapat beristirahat lebih banyak, dan membeli vitamin untuk kesehatan tubuhnya. Mengenai bagaimana biaya hidupku untuk bulan ini, tak terlalu kurisaukan. Bagiku Ibu adalah segalanya, Ibu yang telah mengajari arti sebuah kesabaran dalam menjalani kehidupan. Toh ada Allah yang menjamin rezeki setiap makhluk-Nya. Semut yang sekecil itu saja selalu Allah jamin rezekinya, apalagi seorang manusia yang sedang belajar arti sebuah kesabaran. “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya ia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” Bukankah janji Allah itu benar??? Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/04/20092/di-bawah-payung-kesabaran/#ixzz1t8MG6Dub

Rabu, 25 April 2012

Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga

Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga Oleh : Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.[Ali ‘Imran: 102] يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan Nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” [An-Nisaa': 1] يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh ia menang dengan kemenangan yang besar.” [Al-Ahzaab: 70-71] Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah (Al-Qur-an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam (As-Sunnah). Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (dalam agama), setiap yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka. Amma ba’du: Kepada saudara-saudaraku seiman dan se’aqidah... Selayaknyalah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atas segala nikmat yag Allah karuniakan kepada kita yang semua itu wajib untuk kita syukuri. Nikmat yang Allah berikan kepada kita sangatlah banyaki, tidak dapat dan tidak akan dapat kita hitung. Maka kewajiban seorang Muslim dan Muslimah adalah mensyukuri nikmat-nikmat yang Allah karuniakan kepada kita. Di antaranya adalah nikmat Islam, nikmat iman, nikmat sehat, nikmat rizki, dan lainnya yang Allah berikan kepada kita. Mensyukuri nikmat-nikmat Allah adalah wajib hukumnya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman: وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ “Seandainya kamu menghitung nikmat-nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya. Sesungguhnya manusia sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” [Ibrahim : 34] Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan bahwa manusia sangat zhalim dan sangat kufur karena mereka tidak mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada mereka. Di antara nikmat yang Allah berikan kepada kita adalah nikmat Islam, iman, rizki, harta, umur, waktu luang, dan kesehatan untuk beribadah kepada Allah dengan benar dan untuk menuntut ilmu syar’i. Manusia diberikan dua kenikmatan, namun banyak di antara mereka yang tertipu. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ. “Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dengan keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.”[1] Banyak di antara manusia yang tidak mengguna-kan waktu sehat dan waktu luangnya dengan sebaik-baiknya. Ia tidak gunakan untuk belajar tentang Islam, tidak ia gunakan untuk menimba ilmu syar’i. Padahal dengan menghadiri majelis taklim yang mengajarkan Al-Quran dan As-Sunnah menurut pemahaman para Shahabat, akan bertambah ilmu, keimanan, dan ketakwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Juga dapat menambah amal kebaikannya. Semoga melalui majelis taklim yang kita kaji dari kitab-kitab para ulama Salaf, Allah memberikan hidayah kepada kita di atas Islam, ditetapkan hati dalam beriman, istiqamah di atas Sunnah, serta diberikan hidayah taufik oleh Allah untuk dapat melaksanakan syari’at Islam secara kaffah (menyeluruh) dan kontinyu hingga kita diwafatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan mentauhidkan Allah dan melaksanakan Sunnah. Semoga Allah senantiasa memudahkan kita untuk selalu menuntut ilmu syar’i, diberikan kenikmatan atasnya, dan diberikan pemahaman yang benar tentang Islam dan Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih. Seorang Muslim tidak akan bisa melaksanakan agamanya dengan benar, kecuali dengan belajar Islam yang benar berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih. Agama Islam adalah agama ilmu dan amal karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam diutus dengan membawa ilmu dan amal shalih. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا “Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” [Al-Fat-h: 28] Yang dimaksud dengan al-hudaa (petunjuk) dalam ayat ini adalah ilmu yang bermanfaat. Dan yang dimaksud dengan diinul haqq (agama yang benar) adalah amal shalih. Allah Ta’ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjelaskan kebenaran dari kebatilan, menjelaskan Nama-Nama Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, hukum-hukum dan berita yang datang dari-Nya, serta memerintahkan untuk melakukan segala apa yang bermanfaat bagi hati, ruh, dan jasad. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyuruh ummat-nya agar mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah Ta’ala, mencintai-Nya, berakhlak yang mulia, beradab dengan adab yang baik dan melakukan amal shalih. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang ummatnya dari perbuatan syirik, amal dan akhlak yang buruk, yang berbahaya bagi hati, badan, dan kehidupan dunia dan akhiratnya. [2] Cara untuk mendapat hidayah dan mensyukuri nikmat Allah adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Menuntut ilmu adalah jalan yang lurus untuk dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil, Tauhid dan syirik, Sunnah dan bid’ah, yang ma’ruf dan yang munkar, dan antara yang bermanfaat dan yang membahayakan. Menuntut ilmu akan menambah hidayah serta membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Seorang Muslim tidaklah cukup hanya dengan menyatakan keislamannya tanpa berusaha untuk memahami Islam dan mengamalkannya. Pernyataannya harus dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam. Karena itulah menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi. 1. Menuntut Ilmu Syar’i Wajib Bagi Setiap Muslim Dan Muslimah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ. “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.”[3] Imam al-Qurthubi rahimahullaah menjelaskan bahwa hukum menuntut ilmu terbagi dua: Pertama, hukumnya wajib; seperti menuntut ilmu tentang shalat, zakat, dan puasa. Inilah yang dimaksudkan dalam riwayat yang menyatakan bahwa menuntut ilmu itu (hukumnya) wajib. Kedua, hukumnya fardhu kifayah; seperti menuntut ilmu tentang pembagian berbagai hak, tentang pelaksanaan hukum hadd (qishas, cambuk, potong tangan dan lainnya), cara mendamaikan orang yang bersengketa, dan semisalnya. Sebab, tidak mungkin semua orang dapat mempelajarinya dan apabila diwajibkan bagi setiap orang tidak akan mungkin semua orang bisa melakukannya, atau bahkan mungkin dapat menghambat jalan hidup mereka. Karenanya, hanya beberapa orang tertentu sajalah yang diberikan kemudahan oleh Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya. Ketahuilah, menuntut ilmu adalah suatu kemuliaan yang sangat besar dan menempati kedudukan tinggi yang tidak sebanding dengan amal apa pun.[4] 2. Menuntut Ilmu Syar’i Memudahkan Jalan Menuju Surga Setiap Muslim dan Muslimah ingin masuk Surga. Maka, jalan untuk masuk Surga adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Sebab Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ، وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْـمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ، لَـمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ. “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) atas orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah memudahkan atasnya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah menutupi (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut senantiasa menolong saudaranya. Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang lambat amalnya, maka tidak dapat dikejar dengan nasabnya.” [5] Di dalam hadits ini terdapat janji Allah ‘Azza wa Jalla bahwa bagi orang-orang yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu syar’i, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Surga. “Berjalan menuntut ilmu” mempunyai dua makna: Pertama : Menempuh jalan dengan artian yang sebenarnya, yaitu berjalan kaki menuju majelis-majelis para ulama. Kedua : Menempuh jalan (cara) yang mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu seperti menghafal, belajar (sungguh-sungguh), membaca, menela’ah kitab-kitab (para ulama), menulis, dan berusaha untuk memahami (apa-apa yang dipelajari). Dan cara-cara lain yang dapat mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu syar’i. “Allah akan memudahkan jalannya menuju Surga” mempunyai dua makna. Pertama, Allah akan memudah-kan memasuki Surga bagi orang yang menuntut ilmu yang tujuannya untuk mencari wajah Allah, untuk mendapatkan ilmu, mengambil manfaat dari ilmu syar’i dan mengamalkan konsekuensinya. Kedua, Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga pada hari Kiamat ketika melewati “shirath” dan dimudahkan dari berbagai ketakutan yang ada sebelum dan sesudahnya. Wallaahu a’lam.• Juga dalam sebuah hadits panjang yang berkaitan tentang ilmu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda. مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْـجَنَّةِ وَإِنَّ الْـمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّهُ لَيَسْتَغْفِرُ لِلْعَالِـمِ مَنْ فِى السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ حَتَّى الْـحِيْتَانُ فِى الْـمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِـمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ. إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ لَـمْ يَرِثُوا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرَثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ. “Barangsiapa yang berjalan menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya Malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka sungguh, ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak.”[6] Jika kita melihat para Shahabat radhiyallaahu anhum ajma’in, mereka bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i. Bahkan para Shahabat wanita juga bersemangat menuntut ilmu. Mereka berkumpul di suatu tempat, lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka untuk menjelaskan tentang Al-Qur-an, menelaskan pula tentang Sunnah-Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala juga memerintahkan kepada wanita untuk belajar Al-Qur-an dan As-Sunnah di rumah mereka. Sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan, وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَىٰ فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang Jahiliyyah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu dengan sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan al-Hikmah (Sunnah Nabimu). Sungguh, Allah Mahalembut, Maha Mengetahui.” [Al-Ahzaab: 33-34] Laki-laki dan wanita diwajibkan menuntut ilmu, yaitu ilmu yang bersumber dari Al-Qur-an dan As-Sunnah karena dengan ilmu yang dipelajari, ia akan dapat mengerjakan amal-amal shalih, yang dengan itu akan mengantarkan mereka ke Surga. Kewajiban menuntut ilmu ini mencakup seluruh individu Muslim dan Muslimah, baik dia sebagai orang tua, anak, karyawan, dosen, Doktor, Profesor, dan yang lainnya. Yaitu mereka wajib mengetahui ilmu yang berkaitan dengan muamalah mereka dengan Rabb-nya, baik tentang Tauhid, rukun Islam, rukun Iman, akhlak, adab, dan mu’amalah dengan makhluk. 3. Majelis-Majelis Ilmu adalah Taman-Taman Surga Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْـجَنَّةِ فَارْتَعُوْا، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا رِيَاضُ الْـجَنَّةِ؟ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ. “Apabila kalian berjalan melewati taman-taman Surga, perbanyaklah berdzikir.” Para Shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud taman-taman Surga itu?” Beliau menjawab, “Yaitu halaqah-halaqah dzikir (majelis ilmu).” [7] ‘Atha' bin Abi Rabah (wafat th. 114 H) rahimahullaah berkata, “Majelis-majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis-majelis halal dan haram, bagaimana harus membeli, menjual, berpuasa, mengerjakan shalat, menikah, cerai, melakukan haji, dan yang sepertinya.” [8] Ketahuilah bahwa majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis ilmu, majelis yang di dalamnya diajarkan tentang tauhid, ‘aqidah yang benar menurut pemahaman Salafush Shalih, ibadah yang sesuai Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, muamalah, dan lainnya. Buku yang ada di hadapan pembaca merupakan buku “Panduan Menuntut Ilmu”. Di antara yang penulis jelaskan di dalamnya adalah keutamaan menuntut ilmu, kiat-kiat dalam meraih ilmu syar’i, penghalang-penghalang dalam memperoleh ilmu, adab-adab dalam menuntut ilmu, hal-hal yang harus dijauhkan oleh para penuntut ilmu, perjalanan ulama dalam menuntut ilmu, dan yang lainnya. Penulis jelaskan masalah menuntut ilmu karena masalah ini sangatlah penting. Sebab, seseorang dapat memperoleh petunjuk, dapat memahami dan mengamalkan Islam dengan benar apabila ia belajar dari guru, kitab, dan cara yang benar. Sebaliknya, jika seseorang tidak mau belajar, atau ia belajar dari guru yang tidak mengikuti Sunnah, atau melalui cara belajar dan kitab yang dibacakan tidak benar, maka ia akan menyimpang dari jalan yang benar. Para ulama terdahulu telah menulis kitab-kitab panduan dalam menuntut ilmu, seperti Imam Ibnu ‘Abdil Barr dengan kitabnya Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, Imam Ibnu Jama’ah dengan kitabnya Tadzkiratus Samii’, begitu pula al-Khatib al-Baghdadi yang telah menulis banyak sekali kitab tentang berbagai macam disiplin ilmu, bahkan pada setiap disiplin ilmu hadits beliau tulis dalam kitab tersendiri. Juga ulama selainnya seperti Imam Ibnul Jauzi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (dalam Majmuu’ Fataawaa-nya dan kitab-kitab lainnya), Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (dalam kitabnya Miftaah Daaris Sa’aadah dan kitab-kitab lainnya), dan masih banyak lagi para ulama lainnya hingga zaman sekarang ini, seperti Syaikh bin Baaz, Syaikh al-Albani, dan Syaikh al-‘Utsaimin rahimahumullaah. Dalam buku ini, penulis berusaha menyusunnya dari berbagai kitab para ulama terdahulu hingga sekarang dengan harapan buku ini menjadi panduan agar memudahkan kaum Muslimin untuk menuntut ilmu, memberikan semangat dalam menuntut ilmu, beradab dan berakhlak serta berperangai mulia yang seharusnya dimiliki oleh setiap penuntut ilmu. Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca sekalian, serta bagi kaum Muslimin. Mudah-mudahan amal ini diterima oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala dan menjadi timbangan amal kebaikan penulis pada hari Kiamat. Dan mudah-mudahan dengan kita menuntut ilmu syar’i dan mengamalkannya, Allah ‘Azza wa Jalla akan memudahkan jalan kita untuk memasuki Surga-Nya. Aamiin. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para Shahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan kebaikan hingga hari Kiamat. [Disalin dari Muqaddimah buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]

Kamis, 19 April 2012

Tips mengatasi bayi rewel

Sebagai orang tua yang memiliki bayi, adakalanya kita mengahadapi situasi dimana bayi rewel yang kadang bisa membuat kita kebingungan untuk menenangkannya. Kita semua tahu bahwa bayi belum bisa berkomunikasi melalui bahasa sehingga mengangis adalah satu-satunya media bagi bayi untuk menyampaikan sesuatu kepada orang tuanya.
Ada sebagian dari kita yang masih mempunyai anggapan mistis bahwa jika bayi rewel dan menangis yang berkepanjangan bayi tersebut melihat hantu atau hal-hal gaib lainnya yang mengganggu.
Terlepas dari benar dan tidaknya anggapan tersebut, ada beberapa tips yang bisa dijadikan panduan bagi para orang tua yang mengalami masalah ini.


9 Tips Mengatasi bayi rewel

Susui bayi pada saat menjelang tidur, hal ini akan membuat bayi kenyang dan nyaman sehingga bisa tertidur dengan nyenyak.
Bila bayi rewel cek popok nya barangkali basah karena pipis atau bahkan BAB. Popok yang basah akan membuat bayi tidak nyaman dan menjadi rewel, segera ganti popoknya dengan yang kering dengan terlebih dahulu mengelap bagian yang basah dengan kain lembut dan taburkan sedikit bedak.
Baju yang basah karena keringat akibat kegerahan juga dapat menyebabkan bayi rewel. Jaga suhu ruangan antara 25 derajat sampai dengan 27 derajat celcius, sirkulasi udara juga harus diperhatikan agar mendapatkan udara yang segar di dalam ruangan.
Bayi akan menagis dan menjadi rewel juga bisa disebabkan oleh sesuatu yang asing misalnya digigit serangga, ruangan yang terlalu ramai, pengap atau gelap.
Bayi juga bisa merasakan kelelahan bila sudah bepergian terlalu lama atau bisa juga karena keseringan digendong, hal ini akan menyebabkan bayi menjadi rewel.
Bayi kedinginan ditandai oleh telapak tangan dan kakinya terasa dingin, pakaikan kaos kaki dan sarung tangan agar bayi mrjadi hangat. Perlu di ingat bahwa terkadang bayi tidak menggigil jika merasa kedinginan terutama pada bayi usia dini.
Bila tidurnya terganggu, ninabobokan dengan cara digendong secara lembut sambil bersenandung. Bayi menyukai sesuatu yang lembut dan hangat.
Memberi pijatan lembut pada bayi juga bisa mencegah bayi rewel, dengan menggunakan sedikit baby oil atau minyak telon pijatlah bayi secara teratur di bagian perut, punggung dan kaki.
Kolik pada bayi adalah faktor yang paling dominan dalam masalah bayi rewel, ditandai dengan tangisan bahkan jeritan yang berkepanjangan biasanya terjadi di malam hari. Jika kolik pada bayi berlangsung lama cobalah menggerus bawang merah campur dengan minyak telon dan usapkan pada perut bayi terutama di bagian pusar, gendonglah bayi di dada dan elus-elus punggungnya dengan lembut, hal ini akan membantu menghilangkan rasa sakit pada bayi.

Hal lain yang perlu diperhatikan apabila bayi rewel adalah mengetahui dengan pasti cara perawatan bayi baru lahir, diantaranya mencoba untuk besikap tenang dan tidak emosional, perasaan yang galau, marah atau gerbira yang berlebihan pada saat kita menggendong bayi juga bisa menjadi pencetus bayi rewel. Cobalah memutar alunan musik yang lembut atau bahkan suara-suara ekstrim seperti suara vacuum cleaner atau pompa air yang berkesinambungan juga bisa membuat bayi tenang.

Jumat, 13 April 2012

Semakin Lari Dunia Kukejar

Kejarlah dunia, maka dunia semakin lari menjauhimu !

Oleh Ustadz Abdullah Saleh Hadrami

...Kalau orang itu keinginannya akhirat, cita-citanya akhirat, kegundahannya akhirat maka orang ini adalah orang yang beruntung, ia akan damai tentram dunia dan akhiratnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits diantaranya yang diriwayatkan oleh ibnu majah dengan sanad hasan, Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda :

"Barangsiapa yang menjadikan kegelisahannya, kegundahannya cita-citanya tujuannya hanya satu, yaitu akhirat, maka Allah akan mencukupi semuanya dari semua keinginannya"

Barangsiapa yang keinginannya, cita-citanya bercerai berai kepada keadaan – keadaan dunia, materi duniawi, yang dipikirkan hanya itu saja, maka Allah tidak akan perduli dilembah mana dia binasa.

Hal ini diperjelas dengan hadits yang lain diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan lain-lain dengan sanad yang shahih, bersabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam,

"barangsiapa yang obsesinya adalah akhirat, tujuannya akhirat, niatnya akhirat, cita-citanya akhirat maka dia mendapatkan tiga perkara :

- pertama, Allah menjadikan kecukupan dihatinya

- yang kedua, Allah mengumpulkan urusannya

- yang ketiga, dunia datang kepada dia dalam keadaan dunia itu hina

dan barangsiapa yang obsesinya adalah dunia, tujuannya dunia, niatnya dunia, cita-citanya dunia, maka dia mendapatkan tiga perkara :

- yang pertama-tama, Allah menjadikan kemelaratan ada didepan mata

- yang kedua, Allah mencerai-beraikan urusannya

- yang ketiga, dunia tidak datang kecuali yang ditakdirkan untuk dia saja" HR. At Tirmidzi dan lain-lain (Hadits Shahih)

Allah Ta"ala mempunyai barang dagangan dan barang dagangan Allah itu sangat mahal, dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh ibnu Abdu Humaid dll, Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda

"Ketahuilah sesungguhnya barang dagangan Allah itu mahal, ketahuilah barang dagangan Allah itu surga"...

Selasa, 10 April 2012

Yang harus dimiliki orang tua

Orangtua sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya harus memiliki sifat-sifat yang utama pula, agar kita meraih keberhasilan dalam pendidikan anak-anak kita. Meskipun mungkin hal tersebut sulit, namun kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk memiliki sifat-sifat tersebut, sebab kita akan menjadi fokus teladan pendidikan bagi generasi baru, paling tidak sebagi fokus teladan bagi anak-anak kita. Mereka akan senantiasa menyorot kita selaku seorang pendidik dan pembimbing, karena kitalah contoh nyata yang mereka saksikan dalam kehidupan mereka.

Berikut beberapa karakter yang harus dimiliki orang tua…

Ikhlas

Rawat dan didiklah anak dengan penuh ketulusan dan niat ikhlas semata-mata mengharap keridhaan Allah. Canangkan niat semata-mata untuk Allah dalam seluruh aktivitas edukatif, baik berupa perintah, larangan, nasehat, pengawasan, maupun hukuman.

Niat yang ikhlas selain mendatangkan keridhaan dan pahala Allah, juga akan meneguhkan hati kita di saat ujian datang. Dan hati kita akan tetap lapang, bagaimanapun hasil yang kita raih setelah usaha dan doa.

Bertakwa

Inilah sifat terpenting yang harus dimiliki seorang pendidik. Yaitu takwa yang didefinisaikan oleh para ulama : “Menjaga agar Allah tidak mendapatimu pada perkara yang Dia larang, dan jangan sampai Allah tidak mendapatimu pada perkara yang Dia perintahkan.” Yakni mengerjakan segala yang dia perintahkan dan menjauhi segala yang Dia larang.

Atau sebagimana yang dikatakan ulama lain : “Menjaga diri dari azab Allah dengan mengerjakan amal shalih dan merasa takut kepadanya, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.” Yakni menjaga diri dari azab Allah dengan senantiasa merasa di bawah pengawasannya. Dan senantiasa menapaki jalan yang telah Dia gariskan baik saat sendiri maupun dihadapan manusia.

Hiasi diri dengan takwa, sebab pendidik adalah contoh dan panutan sekaligus penanggung jawab pertama dalam pendidikan anak berdasarkan iman dan islam.

Dan ingatlah janji Allah bahwa Dia akan memudahkan urusan orang yang bertakwa, akan memberi jalan keluar baginya, dan memberi rizki dari arah yang tidak ia sangka. Karena anak yang shalih adalah rizki. Mudah-mudahan karena ketakwaan kita, Allah berkenan memberikan jalan keluar bagi setiap urusan kita dan memberikan rizki yang baik kepada kita.

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan akan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq:4)

Berilmu

Pendidik harus berbekal ilmu yang memadai. Ia harus memiliki pengetahuan tentang konsep-konsep dasar pendidikan dalam Islam. Mengetahui halal haram, prinsip-prinsip etika islam serta memahami secara global peraturan-peraturan dan kaidah-kaidah syariat Islam. Karena dengan mengetahui semua itu pendidik akan menjadi seorang alim yang bijak, meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, mampu bersikap proporsional dalam memberi materi pendidikan, mendidik anak dengan pokok-pokok persyaratannya. Mendidik dan memperbaiki dengan berpijak pada dasar-dasar yang kokoh. Medidik dan mengarahkan anak didik dengan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah. Memberikan contoh yang baik kepada mereka dengan keteladanan yang agung dari nabi dan para sahabat beliau. Sebaliknya, jika pendidik tidak mengetahui semua itu, lebih-lebih tentang konsep dasar pendidikan anak, maka akan dilanda kemelut spiritual, moral, mental dan sosial. Anak akan menjadi manusia yang tidak berharga dan diragukan eksistensinya dalam semua aspek kehidupan.

Orang yang tidak mempunyai sesuatu bagaimana ia akan memberikan sesuatu kepada orang lain??

Bertanggung jawab

Milikilah rasa tanggung jawab yang besar dalam pendidikan anak, baik aspek keimanan maupun tingkah laku kesehariannya, jasmani maupun ruhaninya, mental maupun sosialnya. Rasa tanggung jawab ini akan senantiasa mendorong upaya menyeluruh dalam mengawasi anak dan memperhatikannya, mengarahkan dan mengikutinya, membiasakan dan melatihnya.

Bertanggungjawablah, karena setiap dari kita adalah pemimpin dan anak adalah amanat serta ujian dari Allah

Sabar dan tabah

Dua sifat ini mutlak dibutuhkan oleh setiap pendidik. Sebab dalam proses pendidikan tentu sangat banyak tantangan dan ujian. Baik tantangan dari diri kita sendiri, anak didik, maupun tantangan dari luar lingkungan. Kita harus bisa melaksanakan sebaik-baiknya kewajiban mendidik anak diantara tugas dan tanggung jawab kita yang lainnya. Kita akan dihadapkan kepada berbagai macam karakter anak. Ulah dan tingkah mereka yang sangat menuntut kesabaran dalam menghadapinya. Ditambah lagi dengan faktor luar, baik lingkungan sekitar, kawan bergaul, berbagai macam media, dan lain sebagainya. Menghadapi semua tantangan dan ujian ini, kita tidak boleh menanggalkan sifat tabah dan sabar meski hanya sekejap. Jika tidak niscaya ancaman kegagalan terpampang di depan mata. Jadi hendaklah kita senantiasa bersabar dengan mengharap rahmat Allah dan mewasapadai sikap putus asa, karena sesungguhnya orang yang berputus asa dari rahmat Allah adalah orang kafir.

إِنَّهُ لا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

“ Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS Yusuf:86)

Lemah lembut dan tidak kasar

Inilah salah satu sifat yang dicintai Allah dan disukai oleh manusia. Pada hakekatnya setiap jiwa menyukai kelembutan. Terlebih jiwa anak yang masih polos dan lugu. Setiap anak sangat merindukan sosok pendidik yang ramah dan lemah lembut. Sebaliknya jiwa si anak akan takut dengan karakter pendidik yang kasar dan kejam. Rasulullah adalah sosok pendidik yang penuh kelembutan. Sifat lemah lembut dalam mendidik anak akan mendatangkan banyak kebaikan. Sebaliknya sikap kasar akan membawa keburukan. Disamping itu, sikap kasar dapat meninggalkan trauma dan memori buruk dalam jiwa dan ingatan si anak.

إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ

“Sesungguhnya sifat lemah lembut itu tidaklah ada pada sesuatu kecuali ia akan menghiasinya. Dan tidaklah sifat lemah lembut itu tercabut dari sesuatu kecuali akan menjadikannya buruk.” (HR Muslim)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Wahai ‘Aisyah bersikap lemahlembutlah, karena sesungguhnya Allah itu jika menghendaki kebaikan pada sebuah keluarga, maka Allah menunjukkan mereka kepada sifat lemah lembut ini.” (HR Imam Ahmad)

Sifat lemah lembut ini akan membuat anak nyaman dan lebih mudah dalam menerima pengajaran. Dan secara tidak langsung sifat lemah lembut ini alan mewarnai karakter anak dan insya Allah sifat ini dengan sendirinya akan menurun kepadanya. Dan orang yang pertama kali akan merasakan kebaikannya adalah orang tuanya itu sendiri.

Penyayang

Perasaan sayang akan menjadi penghangat suasana dan menjadikan proses pengajaran menjadi nyaman dan menyenangkan. Kasih sayang merupakan salah satu pondasi perkembangan seorang anak serta merupakan pilar pertumbuhan kejiwaan dan sosialnya secara kuat dan normal. Apabila anak kehilangan cinta kasih, ia akan tumbuh secara menyimpang di tengah masyarakat, tidak mampu bekerjasama dengan individu-individu di masyarakat dan membaur di tengahnya.

Anas radhiyallahu’anhu meriwayatkan, “Seorang wanita mendatangi ‘Aisyah lalu ‘Aisyah memberinya tiga butir kurma. Wanita itu memberi tiap-tiap anaknya satu butir kurma dan menyisakan satu butir untuk dirinya. Lalu kedua anak memakan kurma tersebut kemudian melihat kurma yang ada pada ibunya. Kemudian wanita itu membelah dua kurma itu lalu memberi masing-masing setengah kepada dua anaknya tersebut. Taklama kemudian Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam datang, lalu ‘Aisyah menceritakan hal itu kepada beliau. Maka Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Apakah kamu takjub melihatnya? Sungguh Allah telah merahmatinya karena kasih sayangnya kepada dua anaknya” (HR. Bukhari)

Lunak dan fleksibel

Lunak dan fleksibel bukan maksudnya lemah dan tidak tegas. Namun harus difahami secara luas dan menyeluruh. Maksudnya disini lebih mengarah pada sikap mempermudah urusan dan tidak mempersulitnya. Seorang pendidik hendaknya memilih kemudahan yang dibolehkan oleh syariat. Ketika dihadapkan pada dua pilihan, maka pendidik yang bijak akan memilih yang paling ringan dan mudah selama hal itu bukan perkara haram. Termasuk dalam hal ini sikap tidak berlebih-lebihan. Sikap berlebih-lebihan merupakan sifat tercela dalam segala hal, demikian juga sikap terlalu menggampangkan. Termasuk juga dalam dunia pendidikan, seorang pendidik harus bisa bersikap seimbang, proporsional, dan pertengahan.

Abu Mas’ud ‘Uqbah bin Umar Al Badri rhadhiyallahu’anhu berkata, “Sesungguhnya aku biasa melambatkan hadir dalam shalat Subuh berjamaah karena si Fulan yang suka memanjangkan shalatnya ketika mengimami kami.” Akhirnya Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam marah, dan aku belum pernah melihat beliau marah ketika memberikan nasehat melebihi kemarahan beliau saat itu. Beliau bersabda, “Wahai manusia sesungguhnya diantara kalian ada yang membuat orang lain lari (meninggalkan shalat jama’ah). Maka siapa saja diantara kalian yang menjadi imam shalat hendaklah ia meringankannya, karena diantara makmum ada orang yang sudah tua, orang lemah, dan orang yang sedang punya keperluan.” (Mutaffaqun’alaih)

Jika Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam melarang sikap berlebihan seperti itu dalam masalah pokok agama, lalu bagaimana pula dalam masalah pendidikan? Rasulullah bersabda, “Permudahlah, jangan membuat sulit dan berikanlah berita gembira, janganlah kalian membuat orang lain lari.” (Mutaffaqun’alaih)

Tidak mudah marah

Sifat mudah marah merupakan bagian dari sifat negatif dalam pendidikan. Jika seorang pendidik mampu mengendalikan diri dan menahan amarahnya, maka hal itu akan membawa keberuntungan bagi dirinya dan juga anak-anaknya. Karena sebagian besar kemarahan itu datangnya dari syaithan. Perasaan anak sangatlah peka, mereka dapat membedakan manakah nasehat yang didorong oleh kemarahan dan manakah nasehat yang didorong oleh rasa kasih sayang. Dan tentu pengaruhnya bagi hati juga akan berbeda. Dampak buruk lain dari sikap suka marah ini adalah anak akan merasa aman ketika bersalah, menunggu orangtuanya sampai benar-benar marah. Dan anak yang terbiasa dididik dengan kekerasan dan kemarahan akan kebal dengan nasehat dan gamang dengan kelemahlembutan. Karena itu, ketika ada seseorang meminta nasehat kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam, beliau bersabda : “Jangan marah!” orang itu mengulanginya beberapa kali, namun beliau tetap mengatakan, “Jangan marah!”

Disamping itu Nabi shalallahu’alaihi wassalam juga mengatakan bahwa keberanian (syaja’ah) adalah kemampuan seseorang untuk menahan amarah. Diriwayatkan dari Abu Harairah bahwa Rasulullah bersabda, “Orang yang pemberani bukanlah orang yang selalu menang dalam berkelahi, akan tetapi pemberani adalah orang yang menguasai (menahan) diri ketika marah.” (Muttafaqun’alaih)

Dekat namun berwibawa

Pendidik yang sukses adalah pendidik yang benar-benar dekat di hati anak. Anak selalu merindukannya. Mereka merasa gembira dan bahagia bersmanya. Pendidik yang mengasihi dan dikasihi. Anak bukan takut kepadanya, namun merasa sayang, hormat dan segan melanggar perintah dan kata-katanya. Kita bisa melihat bahwa rasulullah selalu dekat dan akrab dengan anak-anak. Bukan hanya terhadap Al-Hasan dan al-Husein (cucu beliau) tetapi juga anak-anak yang lainnya. Namun kedekatan beliau itu tidak membuat anak-anak berani berbuat semaunya, tanpa bisa diatur. Sebaliknya, setiap nasehat dan petuah beliau menghujam begitu dalam di hati mereka. Beliau adalah pendidik yang akrab lagi penuh wibawa.

Membatasi diri dalam memberikan nasehat

Terlalu banyak berbicara seringkali tidak memberikan hasil yang diharapkan. Sementara itu, membatasi diri dalam memberikan nasehat yang baik acapkali justru memberikan hasil yang diinginkan dengan ijin Allah. Diriwayatkan dari Abi Wa’il Syaqiq bin Salamah bahwa dia berkata: Adalah Ibnu Mas’ud memberikan pelajaran seminggu sekali setiap hari kamis. Lalu ada seseorang yang mengusulkan, “Wahai Abu ‘Abdirrahman (kunyah Ibnu Mas’ud)! Kami sebenarnya ingin jika engkau memberikan pelajaran kepada kami setiap hari.” Dia menjawab, “Sesungguhnya yang menghalangiku untuk melakukannya adalah karena aku tidak suka bila melihat kalian bosan. Aku membatasi diri dalam memberikan petuah kepada kalian sebagaimana Rasulullah memberikan batasan dalam memberikan nasehat kepada kami karena khawatir bila hal itu membuat kami bosan.” (Muttafaqun’alaih)

***
muslimah.or.id
Diringkas dari :
Mencetak Generasi Rabbani, Ummu Ihsan Chairriyah & Abu Ihsan Al-Atsari, Darul Ilmi
Mendidik Anak Bersama Nabi shalallahu’alaihi wassalam, Muhammad Suwaid, Pustaka Arafah

Minggu, 08 April 2012

Kunci Rizki Menurut Al Qur"an dan As Sunnah (1)

Assalamualaikum Wrahmatullahi Wabarakatuh

kunci rizki ini merupakan karya dari Dr Fadhl Ilahi.
dalam artikel ini terdapat 10 pasal kunci rizki.
saya sengaja memecahnya satu persatu agar kita tidak bosan membacanya
dan agar lebih mudah dipahami dan dilaksanakan
Pasal Pertama : ISTIGHFAR DAN TAUBAT


Diantara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah is-tighfar
(memohon ampunan) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha
Menutupi (kesalahan). Untuk itu, pembahasan mengenai pasal ini kami
bagi menjadi dua pembahasan:

a. Hakikat istighfar dan taubat.
b. Dalil syar’i bahwa istighfar dan taubat termasuk kunci rizki.

A. Hakikat Istighfar dan Taubat
Sebagian besar orang menyangka bahwa istighfar dan taubat hanyalah
cukup dengan lisan semata. Sebagian mere-ka mengucapkan,
“Aku memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat ke-padaNya”

Tetapi kalimat-kalimat di atas tidak membekas di dalam hati, juga
tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya
istighfar dan taubat jenis ini adalah perbuatan orang-orang dusta.

Para ulama �” semoga Allah memberi balasan yang se-baik-baiknya kepada
mereka telah menjelaskan hakikat istighfar dan taubat.
Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan: “Dalam istilah syara’, taubat
adalah meninggalkan dosa karena ke-burukannya, menyesali dosa yang
telah dilakukan, berke-inginan kuat untuk tidak mengulanginya dan
berusaha mela-kukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal
itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna”

Imam An-Nawawi dengan redaksionalnya sendiri menje-laskan: “Para ulama
berkata, ‘Bertaubat dari setiap dosa hu-kumnya adalah wajib. Jika
maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut
pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga.

Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut.

Kedua, ia harus menyesali per-buatan (maksiat)nya.

Ketiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi.

Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah.
Jika taubat itu berkaitan dengan manusia maka syaratnya ada empat.
Ketiga syarat di atas dan keempat, hendaknya ia membebaskan diri
(memenuhi) hak orang tersebut.
Jika ber-bentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus
mengem-balikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau seje-nisnya
maka ia harus memberinya kesempatan untuk mem-balasnya atau meminta
maaf kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus
meminta maaf.”

Adapun istighfar, sebagaimana diterangkan Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani
adalah “Meminta (ampunan) dengan ucapan dan perbuatan. Dan firman Allah:

“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun.”
(Nuh: 10).

Tidaklah berarti bahwa mereka diperintahkan meminta ampun hanya dengan
lisan semata, tetapi dengan lisan dan perbuatan. Bahkan hingga
dikatakan, memohon ampun (istighfar) hanya dengan lisan saja tanpa
disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta.

B. Dalil Syar’i Bahwa Istighfar dan Taubat Termasuk Kunci Rizki
Beberapa nash (teks) Al-Qur’an dan Al-Hadits me-nunjukkan bahwa
istighfar dan taubat termasuk sebab-sebab rizki dengan karunia Allah .
Di bawah ini beberapa nash dimaksud:

1. Apa yang disebutkan Allah tentang Nuh yang berkata kepada kaumnya :
“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu’,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu
dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya)
untukmu sungai-sungai’.” (Nuh: 10-12).

Ayat-ayat di atas menerangkan cara mendapatkan hal-hal berikut dengan
istighfar.

a. Ampunan Allah terhadap dosa-dosanya. Berdasarkan fir-manNya:
“Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.”

b. Diturunkannya hujan yang lebat oleh Allah. Ibnu Abbas radhiallaahu
anhu berkata ” ” adalah (hujan) yang turun dengan deras.

c. Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak. Dalam menafsirkan
ayat:Atha’ berkata: “Niscaya Allah akan membanyakkan harta dan
anak-anak kalian”.

d. Allah akan menjadikan untuknya kebun-kebun.

e. Allah akan menjadikan untuknya sungai-sungai. Imam Al-Qurthubi
berkata: “Dalam ayat ini, juga disebutkan dalam (surat Hud) adalah
dalil yang menunjukkan bah-wa istighfar merupakan salah satu sarana
meminta ditu-runkannya rizki dan hujan.”

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata: “Makna-nya, jika kalian
bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepadaNya dan kalian senantiasa
mentaatiNya niscaya Ia akan membanyakkan rizki kalian dan menurunkan
air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian
berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kalian,
melimpahkan air susu perahan untuk kalian, mem-banyakkan harta dan
anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya
bermacam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan
sungai-sungai di antara kebun-kebun itu (untuk kalian).”

Demikianlah, dan Amirul mukminin Umar bin Khaththab juga berpegang
dengan apa yang terkandung dalam ayat-ayat ini ketika beliau memohon
hujan dari Allah .

Muthrif meriwayatkan dari Asy-Sya’bi: “Bahwasanya Umar keluar untuk
memohon hujan bersama orang ba-nyak. Dan beliau tidak lebih dari
mengucapkan istighfar (memohon ampun kepada Allah) lalu beliau pulang.

Maka seseorang bertanya kepadanya, ‘Aku tidak mendengar Anda memohon
hujan’. Maka ia menjawab, ‘Aku memohon diturunkannya hujan dengan
majadih langit yang dengannya diharapkan bakal turun air hujan. Lalu
beliau membaca ayat:
“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat.”
(Nuh: 10-11).

Imam Al-Hasan Al-Bashri juga menganjurkan istighfar (memohon ampun)
kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang kegersangan,
kefakiran, sedikitnya ketu-runan dan kekeringan kebun-kebun.

Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bah-wasanya ia berkata:
“Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang
kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, “Beristighfarlah
kepada Allah!” Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka
beliau berkata kepadanya, “Beristighfarlah kepada Allah!” Yang lain
lagi berkata kepadanya, “Do’akanlah (aku) kepada Allah, agar ia
memberiku anak!” Maka beliau mengatakan kepadanya, “Beristighfarlah
kepada Allah!” Dan yang lain lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan
kebunnya maka beliau mengatakan (pula) kepadanya, “Beristighfarlah
kepa-da Allah!”

Dan kami menganjurkan demikian kepada orang yang mengalami hal yang
sama. Dalam riwayat lain disebutkan: “Maka Ar-Rabi’ bin Shabih berkata
kepadanya, ‘Banyak orang yang mengadukan bermacam-macam (perkara) dan
Anda memerintahkan mereka semua untuk beristighfar. Maka Al-Hasan
Al-Bashri menjawab, ‘Aku tidak mengata-kan hal itu dari diriku
sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh:
“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun, niscaya Dia akan mengirim-kan hujan kepadamu dengan lebat,
dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun -
kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh:
10-12).

Allahu Akbar! Betapa agung, besar dan banyak buah dari istighfar! Ya
Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-ham-baMu yang pandai
beristighfar. Dan karuniakanlah kepada kami buahnya, di dunia maupun
di akhirat. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan.
Amin, wahai Yang Maha Hidup dan terus menerus mengurus MakhlukNya.

2. Ayat lain adalah firman Allah yang menceritakan tentang seruan Hud
kepada kaumnya agar beristighfar.
“Dan (Hud berkata), ‘Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu
bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat
atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan
janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa’.” (Hud:52).

Al-Hafizh Ibnu katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas
menyatakan: “Kemudian Hud memerintahkan kaumnya untuk beristighfar
yang dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian
memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi.
Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan
rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya. Karena itu
Allah berfirman:
“Niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atas-mu”.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memiliki sifat
taubat dan istighfar, dan mudahkanlah rizki-rizki kami, lancarkanlah
urusan-urusan kami serta jagalah keadaan kami. Sesungguhnya Engkau
Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa. Amin, wahai Dzat Yang
Memiliki keagungan dan kemuliaan.

3. Ayat yang lain adalah firman Allah:
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepadaNya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan
memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada
waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap
orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari
Kiamat.” (Hud: 3).

Pada ayat yang mulia di atas, terdapat janji dari Allah Yang Maha
Kuasa dan Maha Menentukan berupa kenikmatan yang baik kepada orang
yang beristighfar dan bertaubat. Dan maksud dari firmanNya:
“Niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus)
kepadamu.” Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Abbas adalah, “Ia
akan menganugerahi rizki dan kelapangan kepada kalian”.

Sedangkan Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan: “Inilah buah
dari istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberi kenikmatan kepada
kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran
hidup serta Ia tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang
dilakukanNya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian.

Dan janji Tuhan Yang Maha Mulia itu diutarakan dalam bentuk pemberian
balasan sesuai dengan syaratnya. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi
berkata: “Ayat yang mulia tersebut menunjukkan bahwa beristighfar dan
bertaubat kepada Allah dari dosa-dosa adalah sebab sehingga Allah
menganugerahkan kenikmatan yang baik kepada orang yang melakukannya
sampai pada waktu yang ditentu-kan. Allah memberikan balasan (yang
baik) atas istighfar dan taubat itu dengan balasan berdasarkan syarat
yang dite-tapkan”.

4. Dalil lain bahwa beristighfar dan taubat adalah di antara
kunci-kunci rizki yaitu hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu
Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia
berkata, Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah),
niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan
untuk setiap kesempitan-nya kelapangan dan Allah akan memberinya rizki
(yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka”.

Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang jujur dan terpercaya, yang
berbicara berdasarkan wahyu, mengabarkan tentang tiga hasil yang dapat
dipetik oleh orang yang mem-perbanyak istighfar. Salah satunya yaitu,
bahwa Allah Yang Maha Memberi rizki, yang Memiliki kekuatan akan
mem-berikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak
diharapkan serta tidak pernah terdetik dalam hatinya.

Karena itu, kepada orang yang mengharapkan rizki hendaklah ia
bersegera untuk memperbanyak istighfar (memohon ampun), baik dengan
ucapan maupun perbuatan. Dan hendaknya setiap muslim waspada, sekali
lagi hendaknya waspada, dari melakukan istighfar hanya sebatas dengan
lisan tanpa perbuatan. Sebab itu adalah pekerjaan para pendusta.

(bersambung)

Minggu, 01 April 2012

Pandangan Syariat Terhadap Pajak dan Bea Cukai

Pertanyaan:

قرأت في كتاب ( الزواجر عن اقتراف الكبائر ) لابن حجر الهيتمي في حكم المكوس ، ونهي النبي صلى الله عليه وسلم عنها ، وأن أصحابها أشد الناس عذابا يوم القيامة ، وكثير من الدول يعتمد اقتصادها على تحصيل الرسوم الجمركية على الواردات والصادرات وهذه الرسوم بالتالي يقوم التجار بإضافتها إلى ثمن البضاعة المباعة بالتجزئة للجمهور ، وبهذه الأموال المحصلة تقوم الدولة بمشروعاتها المختلفة لبناء مرافق الدولة . فأرجو توضيح حكم هذه الرسوم وحكم الجمارك والعمل بها وهل يعتبر نفس حكم المكوس أم لا يعتبر نفس الحكم ؟.

Saya membaca buku al Zawajir ‘an Iqtiraf al Kabair karya Ibnu Hajar al Haitami tentang hukum maks (pajak) dan larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal tersebut. Di sana juga disebutkan bahwa pemungut maks adalah manusia yang paling keras siksaannya pada hari Kiamat nanti.
Di sisi lain, banyak negara yang perekonomiannya mengandalkan bea cukai atas barang impor ataupun barang ekspor. Pada gilirannya bea cukai ini oleh produsen dibebankan kepada konsumen sehingga harga barang tersebut menjadi lebih mahal. Dari uang bea cukai ini negara mengadakan berbagai proyek untuk membangun berbagai fasilitas negara. Saya berharap akan adanya penjelasan tentang hukum pajak dan bea cukai serta bekerja di bidang itu. Apakah hukum pajak itu sama dengan hukum maks ataukah berbeda?”

فيما يلي نص فتوى اللجنة الدائمة للإفتاء
تحصيل الرسوم الجمركية من الواردات والصادرات من المكوس ، والمكوس حرام ، والعمل بها حرام ، ولو كانت ممن يصرفها ولاة الأمور في المشروعات المختلفة كبناء مرافق الدولة لنهي النبي صلى الله عليه وسلم عن أخذ المكوس وتشديده فيه ،

Jawaban dari Lajnah Daimah:

“Bea cukai atas barang impor atau ekspor itu termasuk maks sedangkan maks adalah haram.
Oleh karena itu, bekerja di bidang itu hukumnya haram meskipun pajak tersebut dibelanjakan oleh negara untuk mengadakan berbagai proyek semisal membangun berbagai fasilitas negara. Hal ini dikarenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang bahkan memberi ancaman keras untuk perbuatan mengambil maks.

فقد ثبت في حديث عبد الله بن بريدة عن أبيه في رجم الغامدية التي ولدت من الزنا أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( والذي نفسي بيده لقد تابت توبة لو تابها صاحب مكس لغفر له ) الحديث رواه أحمد ومسلم وأبو داوود

Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya tentang dirajamnya wanita dari suku al Ghamidiyyah setelah melahirkan anak karena zina. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang wanita tersebut, “Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh wanita ini telah bertaubat dengan suatu taubat yang seandainya penarik maks (baca: pajak) bertaubat seperti itu niscaya Allah akan mengampuninya.” (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Daud)

وروى أحمد وأبو داوود والحاكم عن عقبة بن عامر عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : ( لا يدخل الجنة صاحب مكس ) وصححه الحاكم

Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan al Hakim dari ‘Uqbah bin ‘Amir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Penarik pajak itu tidak akan masuk surga." Hadits ini dinilai sahih oleh al Hakim.

وقد قال الذهبي في كتابه الكبائر : والمكاس داخل في عموم قوله تعالى : ( إنما السبيل على الذين يظلمون الناس ويبغون
في الأرض بغير الحق أولئك لهم عذاب أليم ) الشورى/42 .

Dalam al Kabair, adz Dzahabi mengatakan:

“Pemungut pajak itu termasuk dalam keumuman firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.” (Qs. asy Syura: 42)

والمكاس من أكبر أعوان الظلمة بل هو من الظلمة أنفسهم فإنه يأخذ ما لا يستحق ، واستدل على ذلك بحديث بريدة وحديث عقبة المتقدمين ثم قال : والمكاس فيه شبه من قاطع الطريق وهو من اللصوص ، وجابي المكس وكاتبه وشاهده وآخذه من جندي وشيخ وصاحب راية شركاء في الوزر آكلون للسحت والحرام . انتهى .

Pemungut pajak adalah termasuk pembantu bagi penguasa zalim yang paling penting. Bahkan pemungut pajak itu termasuk pelaku kezaliman karena mereka mengambil harta yang tidak berhak untuk diambil.”

Adz Dzahabi lantas berdalil dengan hadits dari Buraidah dan ‘Uqbah yang telah disebutkan di atas. Setelah itu adz Dzahabi mengatakan, “Pemungut pajak itu memiliki kesamaan dengan pembegal bahkan dia termasuk pencuri. Pemungut pajak, jurus tulisnya, saksi dan semua pemungutnya baik seorang tentara, kepala suku atau kepala daerah adalah orang-orang yang bersekutu dalam dosa. Semua mereka adalah orang-orang yang memakan harta yang haram.” Sekian kutipan dari al Kabair.

ولأن ذلك من أكل أموال الناس بالباطل وقد قال تعالى :( ولا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل ) البقرة/188

Dalam pajak terdapat perbuatan memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar padahal Allah berfirman yang artinya, “Janganlah kalian memakan harta di antara kalian dengan cara yang tidak benar.” (Qs. al Baqarah: 188)

ولما ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال في خطبته بمنى يوم العيد في حجة الوداع : ( إن دماءكم وأموالكم وأعراضكم حرام عليكم كحرمة يومكم هذا في بلدكم هذا في شهركم هذا ) .

Ketika memberikan khutbah di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah ketika haji wada': Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian itu tidak boleh diganggu sebagaimana kehormatan hari ini, di negeri ini dan bulan ini.”

فعلى المسلم أن يتقي الله ويدع طرق الكسب الحرام ويسلك طرق الكسب الحلال وهي كثيرة ولله الحمد ومن يستغن يغنه الله

Menjadi kewajiban setiap muslim untuk bertakwa kepada Allah dengan meninggalkan cara-cara mendapatkan rezeki yang haram dan memilih cara-cara mendapatkan rezeki yang halal yang jumlahnya banyak, Alhamdulillah. Barang siapa yang merasa cukup dengan yang halal maka Allah akan memberi kecukupan untuknya.

قال الله تعالى : (ومن يتق الله يجعل له مخرجا * ويرزقه من حيث لا يحتسب ومن يتوكل على الله فهو حسبه إن الله بالغ أمره قد جعل الله لكل شيء قدرا ) الطلاق/2-3

Allah berfirman yang artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Qs. ath Thalaq:2-3)

وقال : ( ومن يتق الله يجعل له من أمره يسرا ) الطلاق/ 4

Allah juga berfirman yang artinya, “Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Qs. ath Thalaq:4)

وبالله التوفيق
فتاوى اللجنة الدائمة للإفتاء 23 / 489

Demikian yang terdapat dalam Fatwa al Lajnah al Daimah lil Ifta’ jilid 23 halaman 489.

Sumber: http://islamqa.com