Jumat, 22 Agustus 2008

Air Mata Rasulullah Saw

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang
berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?"
tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang
membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata
sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah,
"Siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini
aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan
pandangan yang menggetarkan.
Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu
hendak dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan
sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia.
Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah,
Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut
datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa
Jibril tidak ikut bersama menyertainya.
Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah
bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih
Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa
hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah
dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit
telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.
Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu, " kata
Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah
lega, matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya
Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib
umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah,
aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:
'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat
Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan
tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh
tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya
menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali
yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril
memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu
Jibril?"
Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah
direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian
terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak
tertahankan lagi.
"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua
siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan
Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak
bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu,
Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum
bis-shalaati, wa maa malakat aimaanukum - peliharalah
shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."
Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan,
sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali
mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai
kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii!" - "Umatku, umatku,
umatku"
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi
sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allaahumma sholli 'alaa Muhammad wa baarik wa sallim
'alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Tidak ada komentar: